Kampanye Anti Kekerasan, Ribuan Pria Pakai Sepatu Hak Tinggi
Ada pemandangan menarik terjadi di kota Toronto, Kanada, pada Kamis, 26 September 2013. Ratusan pria dari berbagai usia terlihat mengenakan sepatu hak tinggi.
Laman Dailymail, melansir tidak hanya mengenakan sepatu hak tinggi, para pria itu juga mengenakan stoking dan membawa tas tangan khas wanita. Penampilan itu merupakan bagian dari keikutsertaan mereka dalam ajang bertajuk Walk a Mile in Her Shoes.
Acara tahunan itu digelar untuk membantu meningkatkan kesadaran terhadap kekerasan domestik yang biasanya dialami wanita. Ini merupakan tahun ke-5 acara serupa digelar di Kanada.
Kegiatan itu juga digunakan sebagai ajang kemanusiaan dengan menggalang donasi bagi korban tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Apabila pada tahun 2009 lalu di Toronto panitia bisa meraih donasi hingga US$400 ribu atau Rp4,6 miliar, maka tahun ini pihak panitia menargetkan dapat meraih US$125 ribu atau Rp1,4 miliar.
Menurut Direktur organisasi Pita Putih dan salah seorang panitia, Todd Minerson, Walk a Mile in Her Shoes, merupakan salah satu program anti-kekerasan terbesar yang diikuti oleh kaum pria. Untuk acara yang digelar tahun ini, Minerson mengungkap, ada sekitar seribu pejalan kaki yang menggunakan sepatu hak tinggi. Usia peserta beragam, mulai dari 11 tahun hingga 70 tahun.
Menurut data Pusat Sumber Kekerasan Domestik, satu dari empat perempuan pernah mengalami tindak kekerasan domestik. Pelaku sebagian besar merupakan suami atau kekasih mereka sendiri.
Todd menuturkan, alasan di balik wajibnya para pria dan remaja mengenakan sepatu perempuan karena itu merupakan cara yang seru bagi mereka untuk memahami dunia mereka.
"Dengan cara demikian, mereka turut mengalami dan memahami perbedaan cara pandang dalam dunia wanita," kata Minerson.
Menurut penggagas gerakan itu, Frank Baird, tidak hanya perempuan yang menjadi korban langsung dari tindak kekerasan. Dampak negatif juga dirasakan oleh orang-orang terdekat mereka.
"Pria pun akan ikut terluka dan marah, ketika perempuan yang mereka cintai diperkosa," ujar Baird dalam situs resminya.
Masih menurut Baird, pria terluka dan marah ketika mencoba membina hubungan dengan seorang wanita dalam sebuah suasana takut, penuh kecurigaan dan saling menyalahkan.
"Karena tindak pemerkosaan bukan semata-mata soal seks. Melainkan juga soal kekuatan, kendali dan pelanggaran," kata dia.
Acara Walk a Mile in Her Shoes kali pertama dihelat tahun 2001 silam di California, Amerika Serikat. Publik mulai mengenal gerakan ini dari peralatan wajib yang dikenakan para peserta pria yakni sepatu hak tinggi.
Tujuan dari penggunaan sepatu perempuan karena ingin menciptakan sebuah dialog untuk membahas isu kekerasan domestik. Si penggagas berharap isu itu tidak lagi disembunyikan dari muka publik dan dilupakan.
sumber : http://life.viva.co.id/news/read/447471-kampanye-anti-kekerasan--ribuan-pria-pakai-sepatu-hak-tinggi
Ada pemandangan menarik terjadi di kota Toronto, Kanada, pada Kamis, 26 September 2013. Ratusan pria dari berbagai usia terlihat mengenakan sepatu hak tinggi.
Laman Dailymail, melansir tidak hanya mengenakan sepatu hak tinggi, para pria itu juga mengenakan stoking dan membawa tas tangan khas wanita. Penampilan itu merupakan bagian dari keikutsertaan mereka dalam ajang bertajuk Walk a Mile in Her Shoes.
Acara tahunan itu digelar untuk membantu meningkatkan kesadaran terhadap kekerasan domestik yang biasanya dialami wanita. Ini merupakan tahun ke-5 acara serupa digelar di Kanada.
Kegiatan itu juga digunakan sebagai ajang kemanusiaan dengan menggalang donasi bagi korban tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Apabila pada tahun 2009 lalu di Toronto panitia bisa meraih donasi hingga US$400 ribu atau Rp4,6 miliar, maka tahun ini pihak panitia menargetkan dapat meraih US$125 ribu atau Rp1,4 miliar.
Menurut Direktur organisasi Pita Putih dan salah seorang panitia, Todd Minerson, Walk a Mile in Her Shoes, merupakan salah satu program anti-kekerasan terbesar yang diikuti oleh kaum pria. Untuk acara yang digelar tahun ini, Minerson mengungkap, ada sekitar seribu pejalan kaki yang menggunakan sepatu hak tinggi. Usia peserta beragam, mulai dari 11 tahun hingga 70 tahun.
Menurut data Pusat Sumber Kekerasan Domestik, satu dari empat perempuan pernah mengalami tindak kekerasan domestik. Pelaku sebagian besar merupakan suami atau kekasih mereka sendiri.
Todd menuturkan, alasan di balik wajibnya para pria dan remaja mengenakan sepatu perempuan karena itu merupakan cara yang seru bagi mereka untuk memahami dunia mereka.
"Dengan cara demikian, mereka turut mengalami dan memahami perbedaan cara pandang dalam dunia wanita," kata Minerson.
Menurut penggagas gerakan itu, Frank Baird, tidak hanya perempuan yang menjadi korban langsung dari tindak kekerasan. Dampak negatif juga dirasakan oleh orang-orang terdekat mereka.
"Pria pun akan ikut terluka dan marah, ketika perempuan yang mereka cintai diperkosa," ujar Baird dalam situs resminya.
Masih menurut Baird, pria terluka dan marah ketika mencoba membina hubungan dengan seorang wanita dalam sebuah suasana takut, penuh kecurigaan dan saling menyalahkan.
"Karena tindak pemerkosaan bukan semata-mata soal seks. Melainkan juga soal kekuatan, kendali dan pelanggaran," kata dia.
Acara Walk a Mile in Her Shoes kali pertama dihelat tahun 2001 silam di California, Amerika Serikat. Publik mulai mengenal gerakan ini dari peralatan wajib yang dikenakan para peserta pria yakni sepatu hak tinggi.
Tujuan dari penggunaan sepatu perempuan karena ingin menciptakan sebuah dialog untuk membahas isu kekerasan domestik. Si penggagas berharap isu itu tidak lagi disembunyikan dari muka publik dan dilupakan.
sumber : http://life.viva.co.id/news/read/447471-kampanye-anti-kekerasan--ribuan-pria-pakai-sepatu-hak-tinggi