Pada tanggal 27 Mei 1817, ditemukan sesosok mayat yang diduga sebagai korban pembunuhan, Mary Ashford (20) ditemukan sudah tidak bernyawa di sebuah gosong pasir di Erdington, sebuah desa yang terletak sekitar 8 km dari Brimingham, Inggris. Tepat setelahnya 157 tahun kemudian pada 27 Mei 1974, tanggal yang sama dengan pembunuhan Mary Ashford, sejarah terulang dengan sendirinya dalam kasus pembunuhan Barbara Forrest (20) yang dibunuh dan ditinggalkan begitu saja di padang rumput di dekat tempat penitipan anak, tempat dimana dia bekerja sebagai perawat. Mungkin peristiwa ini memang tidak lebih dari sebuah kebetulan, tapi persamaan yang muncul didalam kedua peristiwa ini sangat mengejutkan ketika polisi mulai menginvestigasi kasus pembunuhan Barbara Forrest.
Kita mulai dari kasus pertama, pada tanggal 26 Mei 1817 Jam 6.30, seorang pekerja yang sedang menuju tempat kerjanya di Erdington menemukan baju wanita yang berlumuran darah di dekat Penn’s Mill. Dia kemudian melaporkannya ke polisi, dalam pencarian di wilayah tersebut, mereka menemukan dua jejak kaki, laki-laki dan perempuan menuju ke sebuah gosong pasir. Polisi yang mengikuti jejak tersebut menemukan kedua jejak berakhir di tepian sungai di sekitar gosong pasir. Gosong tersebut menjadi pusat pencarian dan mereka menemukan seorang gadis lokal bernama Mary Ashford, tanggannya terikat erat dan bajunya berlumuran darah.
Penyelidikan menemukan Mary Ashford terakhir terlihat pada hari sebelumnya, 26 Mei, Mary pergi dari Erdington ke Brimingham untuk menjual produk sehari hari, dia membuat janji untuk mengunjungi rumah temannya, dimana dia akan mengganti baju dengan baju baru, setelahnya dia dan temannya Hannah Cox akan pergi ke festival dansa Whitsuntide di Tyburn House Inn pada malam harinya. Mary sampai di tempat temannya pada jam enam sore, berganti baju kemudian pergi ke festival dansa dengan Hannah, kedua gadis ini sepertinya menikmati waktu mereka, sepanjang malam itu Mary bersama seorang tukang bangunan muda bernama Abraham Thornton dan temannya Hannah ditemani seorang pemuda bernama Benjamin Carter.
Pesta Dansa berakhir sekitar tengah malam dan keempatnya berjalan menuju rumahnya masing masing. Disebuah tempat bernama Old Cuckoo, tidak terlalu jauh dari Erdington, Hannah dan Benjamin berpisah dengan Mary dan Abraham. Sekitar jam 3.30 pagi Mary Ashford terlihat berjalan menuju rumah Hannah Cox, saksi melihat gadis itu berjalan sangat lambat dan sendirian. Di rumah Hannah Cox, Mary mengganti baju barunya dengan baju kerja, dia mengatakan kepada Hannah dia akan pulang dan mengucapkan selamat tinggal kepada temannya, dia meninggalkan rumah Hannah jam 4.00 pagi. Ada dua kesaksian yang melihat Mary Ashford pagi itu. Joseph Dawson menyatakan dia melihat gadis itu di Bell Lane sekitar jam 4.15, dan sekitar sepuluh menit kemudian Mary terlihat di tempat yang sama oleh Thomas Broadhurst. Kedua saksi menyatakan Mary berjalan seorang diri di Bell Lane.
Tidak lama setelah mengetahui saat terakhir kali Mary Ashford terlihat, polisi menginterview Abraham Thornton, yang terlihat sangat terkejut setelah diberitahu bahwa Mary meninggal akibat pencekikan setelah sebelumnya diperkosa. Thornton mengatakan kepada detektif ''saya tidak percaya dia dibunuh, kenapa? Saya bersamanya sampai jam 4 pagi ini'' Thornton terlihat sangat jujur dan tidak menyadari bahwa dia adalah tersangka utama kasus pembunuhan ini. Meskipun kemudian dia menyadari situasi yang dihadapinya, Detektif menanyainya secara detail tentang apa yang mereka lakukan setelah meninggalkan Tyburn House Inn. Thornton mengakui dia berhubungan seksual dengan Mary, tapi dia menyangkal telah melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap gadis itu.
Thornton menyatakan ketika temannya Benjamin Carter dan Hannah Cox meninggalkan mereka berdua, mereka berjalan bergandengan tangan melintasi lapangan menuju ke undak-undakan pagar di Bell Lane, pasangan ini bercengkrama sekitar empatpuluh menit, kemudian mereka pergi ke rumah Hannah Cox, dimana Mary akan berganti pakaian. Abraham menunggu cukup lama, tetapi Mary tidak kunjung keluar, jadi dia memutuskan untuk pulang kerumahnya. Pernyataan Thornton didukung oleh tiga saksi mata, salah satunya John Haydon seorang penjaga gawang klub lokal yang bahkan sempat berbincang dengan Abraham sekitar seperempat jam. Polisi terus melakukan investigasi terhadap kasus ini, meskipun usaha mereka seakan-akan menghadapi tembok tebal. Tidak ada seorangpun yang melihat korban dan Abraham Thornton bersama sama lagi semenjak mereka bercengkrama di undak-undakan pagar di Bell Lane pada jam tiga pagi itu. Faktanya, saya yakin polisi merasa sakit kepala berat menghadapi kasus seperti ini.
Thornton diajukan ke pengadilan pada bulan Agustus tahun itu, ratusan orang yang percaya Thornton adalah pelaku pembunuhan ini sudah datang memenuhi halaman ruang sidang sejak pukul enam pagi. Mereka berharap menjadi orang pertama yang mendengar keputusan juri bahwa Thornton bersalah. Tapi mereka harus kecewa, hanya butuh enam menit untuk juri memutuskan bahwa Thornton tidak bersalah. Didalam hukum Inggris modern putusan ini adalah putusan final, tapi untuk abad ke 19, keputusan ini masih bisa berubah. Hukum pada masa itu memperbolehkan saudara Mary, William Ashford untuk mengajukan banding untuk mengadakan persidangan kedua.
17 November 1817, Abraham Thornton kembali diadili, Lord Ellenborought memimpin persidangan yang di sebut Court of the King’s Bench. Berita tentang kasus ini menyebar ke seluruh penjuru Inggris Raya, dan sepertinya akan berakhir dengan dramatis ketika Lord Ellenborought memberikan keuntungan kepada Thornton untuk menghadapi hukum persidangan kuno di Inggris yang di sebut ''Trial by Battel''. Hukum ini memberikan kesempatan untuk Thornton menyatakan tidak bersalah dengan cara ''fight to the death'' melawan William Ashford, atau setidaknya sampai salah satunya menyerah atau tidak lagi mampu melanjutkan perkelahian.
Terdengar sangat konyol, banyak sekali keberatan terhadap keputusan ini, tetapi Lord Ellenborough dengan bangga menyatakan ke pengadilan “It is the law of England” aneh bukan? seperti itulah sebuah negara kerajaan. Jika William Ashford menerima tantangan ini dan menang, maka Thornon akan dieksekusi secepatnya, tapi jika Thornton menang dia tidak lagi harus menghadapi persidangan, dibebaskan dan dianggap tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Mary Ashford.
Pada tanggal 21 April duel ini akan dilangsungkan, Thornton meyatakan dia akan membuktikan bahwa dia tidak bersalah dalam duel ini, tetapi yang terjadi William Ashford tidak merespon tantangan ini, sehingga tanpa melakukan perkelahian Thornton dinyatakan tidak bersalah. Thornton memutuskan pindah ke Amerika setelah merasa media yang sudah memberitakan kasus ini ke seluruh Inggris membuatnya tidak bisa menemukan pekerjaan apapun di Inggris. Sampai hari ini, para kriminolog masih mencoba untuk memecahkan misteri kasus ini, untuk mengetahui siapa pelaku sebenarnya.
Apa hubungan kasus ini dengan kasus Barbara Forrest? Benarkah ada pengulangan kasus pembunuhan mary Ashford? Reinkarnasi? Teori siklus atau hanya kebetulan semata? Sepertinya saya kembali harus menunda pembahasan kasus Barbara Forrest, saya tidak ingin posting ini terlihat seperti novel, dan saya penulis novel yang buruk. Saya akan mengulas kasus Barbara Forrest pada postingan selanjutnya. sumber
0 komentar:
Posting Komentar