Saya punya dua kepribadian
Bila melihat saya hanya di kerumunan pesta lalu orang lain menyimpulkan kalau saya adalah pribadi yang sangat pintar bersosialisasi, ya itu memang benar. Saya bisa mudah membaur dengan siapa pun dan membuat orang yang baru saya temui bisa tertawa dengan saya. Tapi, itu bukan saya yang sebenarnya, itu hanyalah versi “public me”. Kalau kamu mengobrol dengan saya hanya berdua, saya akan menjadi pribadi yang sangat berbeda, yang lebih sensitif, perasa, dan senang untuk melakukan deep conversation dengan lawan bicara saya. Kepribadian ini terbentuk karena saya lahir sebagai anak seorang duta besar yang sering mengadakan acara di rumah dan saya dituntut untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi para tamu orang tua saya. Lama-kelamaan itu menjadi karakter saya, dan terus terbawa hingga saya berkarier di dunia hiburan.
Dua kepribadian berbeda ini yang sering membuat orang salah menilai saya. Nggak banyak orang yang tahu kalau saya sebenarnya adalah laki-laki geek. Saya menyelesaikan kuliah saya dengan baik dan nyaris saja berkarier di Kedutaan Besar Kanada di Indonesia. Saya suka sekali membaca buku, baca koran, nonton channel televisi tentang current issue dan ilmu pengetahuan, untuk menjadi bekal saya ketika mengobrol dengan orang lain. Image saya sebagai laki-laki yang sangat riang, menutupi karakter asli saya yang sebenarnya pemikir dan perasa.
Saya di antara pernikahan dan perceraian
Ketika menikahi Tamara, saya berpikir bahwa perjalanan cinta saya dengan perempuan sudah selesai. Saya menganggap kalau saya sudah memilih seseorang, maka itulah pilihan terakhir saya. Saya kira, hidup saya sudah berada di jalan yang semestinya, punya istri, anak, pekerjaan. Dari saya kecil pun, saya hanya tahu kalau pernikahan itu terjadi sekali seumur hidup. Orang tua saya, kini sudah menikah selama 35 tahun, dan itulah gambaran pernikahan yang saya tahu. Namun, semua itu harus diakhiri. Memang bukan saya yang mau, tapi saya harus menghargai keputusan dia (Tamara-red). Tiba-tiba, semua itu hilang dengan sekejap mata.
Perceraian itu memang major failure untuk saya. Tapi, saya nggak boleh bilang salah seratus persen, karena ada Kenzou, anak kami di situ. Dia adalah hal terindah yang ada di hidup saya. Inilah yang membuat saya tidak akan mengatakan kalau menikah tapi akhirnya bercerai adalah kesalahan. Karena, bila saya tidak menikah dengan Tamara, tidak akan ada Kenzou. Hikmah dari kegagalan pernikahan ini tentu ada, yaitu menyadarkan saya kalau pernikahan bukan sekadar cinta. Bukan berarti juga mantan istri saya tidak baik. Dia sangat baik sebenarnya, Cuma pada akhirnya kami ternyata nggak cocok. Dan, saat ini saya masih terus mencari arti pernikahan yang ideal itu. Saya juga harus bersiap di suatu hari nanti kalau akan menikah lagi dan memiliki anak dari istri yang lain. Sedikit terasa asing untuk saya karena itu nggak terjadi di keluarga saya, tapi saya harus menjalaninya.
Pemikiran-pemikiran tentang hidup ini sungguh membuat saya seseorang yang sangat berbeda. Kalau melihat ke belakang, saya di sepuluh tahun yang lalu, saya sama sekali tidak seperti ini. Di masa itu, hidup saya hanya untuk bersenang-senang. I was a party boy, and maybe a womanizer as well. Tapi, sekarang saya sudah puas bersenang-senang. Kini saya telah menjadi laki-laki dewasa, yang hanya ingin memikirkan anak, pekerjaan, dan masa depan saya selanjutnya.
Saya nggak menyesal pernah menikahi Tamara Bleszynski
Saya akan selalu mencintai Tamara. Tapi, cinta saya untuknya sekarang berbeda seperti saat kami masih menikah. Saya akan selalu mencintainya karena dia adalah ibu dari anak saya. Dia akan selalu mendapatkan respek saya karena dia seperti sahabat saya. Saya harus bisa berpikir seperti ini karena saya juga harus menemukan jalan kehidupan saya sendiri, sementara dia juga ingin menempuh jalan yang lain.
Kalau ditanya, apakah perceraian ini mengubah cara saya mencintai seseorang, sama sekali tidak. Saya masih akan menjadi laki-laki yang mencintai perempuan istimewa untuk saya dengan sepenuh hati. Tidak ada perhitungan untung rugi karena takut patah hati lagi atau security system untuk melindungi hati saya. I’m very open for love.
Bila misalnya nanti saya bertemu dengan perempuan yang baik, saya tentu akan mau menikah lagi. Saya tipe laki-laki menikah, dan nggak kapok untuk menjalani itu lagi. Perceraian saya memang traumatis, tapi saya juga nggak menutup atau membatasi diri saya untuk mencintai dan menikahi perempuan. Saya memiliki terlalu banyak cinta, yang nggak bisa saya simpan untuk diri sendiri, atau diberikan ke banyak orang. Cinta saya hanya untuk satu perempuan istimewa.
(sumber)